Berita Update

(Terbaru)

GARISPENA.CO - JAKARTA - Untuk meningkatkan minat baca di tengah masyarakat, Komisi X DPR RI sudah membentuk Panitia Kerja Peningkatan Literasi dan Tenaga Perpustakaan.

 

Panja itu dibuat, karena tidak adanya perhatian terhadap para Pustakawan padahal lulusan sarjana bidang itu sangat banyak dan masa depan para Pustakawan juga dinilai masih kurang memadai.Akibatnya hampir di semua perpustakaan di sekolah dikelola oleh tenaga ahli, bukan Pustakawan.

 

"Sehingga sekedar saja, sekedar ada perpustakaan. Akibatnya perpustakaan menjadi sesuatu yang tidak menarik bagi banyak orang untuk membaca," ujar Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, di Nasi Kebuli Bin Al, Jakarta Selatan, Jumat (14/4/23).

 

Ia menerangkan soal Programme for International Student Assessment (PISA). Dalam Tes PISA yang dilakukan tiap tiga tahun sekali, Indonesia saat terakhir tes PISA tahun 2018 menempatkan Indonesia pada urutan ke 74 untuk tes literasi dan urutan ke 73 untuk matematika, serta urutan 71 untuk sains. Seharusnya tes PISA Indonesia dilakukan pada 2021 namun terhalang oleh situasi Pandemi Covid-19.

 

"Ini kan memalukan, mau sampai kapan?" beber politisi Partai Keadian Sejahtera (PKS) ini.

 

Kalau dulu jaman Soekarno, sambung Fikri, saat Indonesia merdeka, ada sekitar 94 persen masyarakat Indonesia buta huruf. Namun ada kemajuan, yakni sampai 2020 kemarin hanya tinggal dua sampai empat persen saja masyarakat kita yang buta huruf.

 

"Dari yang tidak bisa baca menjadi minat baca, tapi memberikan ilmu pengetahuan yang membekali dirinya menyelesaikan masalah, tidak ada. Sehingga literasi kita tetap dianggap rendah," ungkap Fikri.

 

Hal itu disebabkan, masih banyak masyarakat yang belum banyak memahami dunia perpustakaan. Sehingga, kata Fikri, ada tumpang tindih antara tenaga kearsipan dan perpustakaan.Selain itu, sambungnya, jumlah buku dan jumlah judul buku kita, kurang memadai. Parahnya lagi, jumlah perpustakaan dan pustakawan tidak diperhatikan nasibnya.

 

Karena itu, Panja saat ini sedang menggali terlebih dahulu tentang apa problem yang dihadapi saat ini, seperti sedikitnya bantuan-bantuan buku yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan, buku-buku yang tidak dikemas semenarik mungkin, sehingga tidak menarik minat baca ditengah derasnya arus gadget yang disukai berbagai kalangan.

 

Rencananya, Panja akan selesai dalam dua masa sidang tahun ini. Targetnya adalah memberikan rekomendasi, bagaimana meningkatkan literasi. Hasilnya akan disampaikan kepada kementerian terkait, seperti Kemendikbud Ristek dan Perpustakaan Nasional.

 

Menurutnya, perpustakaan semestinya dikelola oleh Pustakawan, dimana induknya sampai saat ini belum jelas.

 

"Ada di Kemendikbud, namun bukan guru, tapi tenaga kependidikan, dimana tenaga kependidikan itu termasuk penjaga sekolah, tata usaha, operator input data. Seharusnya Pustakawan terpisah dengan tenaga kependidikan, karena dia memiliki keahlian tersendiri," kata Fikri.

 

"Kasihan, mereka (Pustakawan) pintar-pintar, lulus dari universitas-universitas terkenal di Indonesia dengan IPK yang tinggi, kemudian masa depan suram. PNS aja enggak, PPPK (Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja) saja tidak, ini ‘kan mau kemana mereka," tandasnya.

 

Sebelumnya, Komisi X DPR RI yang membidangi Pendidikan, Kepemudaan, Olahraga, Perpustakaan, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif, menerima perwakilan penggerak komunitas perpustakaan di Indonesia. Mereka menyampaikan sejumlah permasalahan dan masukan untuk program peningkatan literasi bagi generasi muda. (adv/hmsdpk-kaltim/tw)