Pendapatan Menyusut Di RAPBD 2026, Ananda: Kaltim Harus Lepas Ketergantungan Pada Pusat
Samarinda - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memasuki fase penyesuaian fiskal yang tidak lagi bisa dihindari. Memasuki pembahasan RAPBD 2026, pemerintah daerah bersama DPRD dituntut menyusun ulang strategi keuangan setelah proyeksi pendapatan mengalami penurunan signifikan dari rancangan awal.
Situasi ini disebut sejumlah legislator sebagai momentum untuk “membangun ulang mesin pendapatan” daerah.
Perubahan paling mencolok terjadi pada besaran dana transfer dari pemerintah pusat. Proyeksi pendapatan yang sebelumnya direncanakan lebih dari Rp21 triliun, kini harus dirumuskan kembali pada kisaran Rp15 triliun.
Koreksi tersebut sebagian besar dipicu oleh penyusutan pendapatan transfer, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH) yang turun hingga lebih dari separuh dari proyeksi awal.
Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Ananda Emira Moeis, menilai kondisi ini bukan sekadar penurunan angka, tetapi sebuah penanda bahwa pola ketergantungan fiskal pada pusat tidak lagi memadai.
“Kaltim perlu menyiapkan sumber pendapatan yang benar-benar dikelola sendiri. Ruang kreatif untuk meningkatkan PAD harus dibuka selebar-lebarnya,” ujarnya, Jum'at (5/12/2025).
Ia menegaskan bahwa penguatan pendapatan daerah tidak hanya melalui pajak dan retribusi, tetapi juga lewat pemberdayaan BUMD serta pemanfaatan aset daerah yang selama ini dianggap belum optimal.?
Salah satu contoh yang masuk dalam radar pembahasan adalah Sungai Mahakam, yang selama ini menjadi jalur logistik strategis namun belum memberi kontribusi pendapatan sesuai potensinya.
DPRD bersama sejumlah pihak seperti KSOP, Pelindo, dan MBS disebut tengah menyusun skema pemanfaatan ekonomi kawasan sungai tersebut secara lebih sistematis. Upaya itu diharapkan dapat menjadi sumber PAD baru yang berkelanjutan pada tahun anggaran mendatang.
Di tengah tekanan pendapatan, komitmen untuk menjaga layanan publik tidak dikendurkan. DPRD menegaskan sektor dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur tetap menjadi prioritas penganggaran RAPBD 2026.
Ananda menyatakan bahwa belanja pegawai tidak akan dijadikan sasaran pemangkasan demi menghindari guncangan ekonomi di tingkat daerah.
Sementara itu, rendahnya serapan anggaran sejumlah OPD pada tahun berjalan turut disoroti. Dengan realisasi belanja di bawah 70 persen, DPRD meminta sisa waktu tahun anggaran dimanfaatkan maksimal agar tidak terjadi pemborosan kesempatan dan mengganggu target pembangunan.
Proses penyusunan anggaran tahun 2026 disebut berlangsung lebih ketat dari tahun-tahun sebelumnya. DPRD dan jajaran TAPD, termasuk Bappeda, memilih melakukan penelaahan mendalam sebelum mengambil keputusan akhir.
“Setiap angka harus bisa dipertanggungjawabkan. Anggaran bukan sekadar tabel, tapi keputusan yang akan berdampak langsung bagi masyarakat,” tutup Ananda. (ADV/DPRD KALTIM)
Penulis: Diba/Garispena.co
